Anton Aditya Irawan dikenal masyarakat luas sebagai tokoh anti korupsi. Bahkan, ada yang menjulukinya pahlawan anti korupsi. Anton adalah salah satu hakim yang khusus menangani kasus korupsi. Selama menjabat sebagai hakim, Anton tidak pernah sekalipun menerima suap dari para terdakwa. Sehingga lama kelamaan setiap terdakwa kasus korupsi yang ditangani Anton hanya akan bisa pasrah. Anton selalu memutuskan setiap perkara yang ditanganinya seadil yang dia bisa,
sebab dia tahu masih ada yang lebih adil dan Maha Adil. Anton juga sering mendapat undangan untuk menghadiri acara seminar, bahkan acara on air untuk mensosialisasi indonesia anti korupsi. Dia selalu mengobarkan semangat anti korupsi pada masyarakat dengan mottonya “Indonesia Indah Tanpa Korupsi”. Anton sangat disegani dan disayangi oleh masyarakat maupun teman-temannya, walaupun tidak sedikit pula yang membencinya. Anton sangat berhati-hati agar dia tidak masuk kedalam jebakan orang-orang yang ingin menyingkirkannya. Dia tidak ingin bernasib sama seperti rekannya, Antasani yang berhasil disingkirkan oleh orang-orang yang membencinya sehingga dia harus meninggalkan pekerjaannya, dan beberapa calon tersangka korupsi terbukti diuntungkan dengan hal itu. Anton sangat mengenal Antasani, mereka teman semasa kuliah dan mereka selalu memiliki pemikiran yang tidak jauh beda tentang korupsi, dan Anton sangat yakin bahwa temannya tidak mungkin melakukan seperti yang dituduhkan padanya dan dia yakin bahwa Antasani hanya terjebak. Tapi Anton tak bisa melakukan apa-apa, hal itu diluar kuasanya. Tapi dia bersyukur sudah mulai ada titik terang dari kasus temannya itu.
sebab dia tahu masih ada yang lebih adil dan Maha Adil. Anton juga sering mendapat undangan untuk menghadiri acara seminar, bahkan acara on air untuk mensosialisasi indonesia anti korupsi. Dia selalu mengobarkan semangat anti korupsi pada masyarakat dengan mottonya “Indonesia Indah Tanpa Korupsi”. Anton sangat disegani dan disayangi oleh masyarakat maupun teman-temannya, walaupun tidak sedikit pula yang membencinya. Anton sangat berhati-hati agar dia tidak masuk kedalam jebakan orang-orang yang ingin menyingkirkannya. Dia tidak ingin bernasib sama seperti rekannya, Antasani yang berhasil disingkirkan oleh orang-orang yang membencinya sehingga dia harus meninggalkan pekerjaannya, dan beberapa calon tersangka korupsi terbukti diuntungkan dengan hal itu. Anton sangat mengenal Antasani, mereka teman semasa kuliah dan mereka selalu memiliki pemikiran yang tidak jauh beda tentang korupsi, dan Anton sangat yakin bahwa temannya tidak mungkin melakukan seperti yang dituduhkan padanya dan dia yakin bahwa Antasani hanya terjebak. Tapi Anton tak bisa melakukan apa-apa, hal itu diluar kuasanya. Tapi dia bersyukur sudah mulai ada titik terang dari kasus temannya itu.
“Pak Anton.”
“Pak.. Pak Anton.”
“Oh iya. Maaf Maaf, ada apa?” suara itu membubarkan lamunan Anton tentang temannya, Antasani.
“Satu menit lagi giliran bapak untuk berbicara. Apa bapak sudah siap?”
“Oh baik baik. Saya sudah siap.”
“Baik pak. Kalau begitu mari saya antar ke panggung.”
Sampai dibelakang panggung, Anton mendengar moderator memanggil namanya dan mempersilahkannya. Anton segera naik dan memulai pidatonya.
“Terimakasih kepada moderator yang memperkenankan saya untuk berbicara tentang korupsi. Saya yakin bapak,ibu,saudara-saudara semua sudah tau apa itu korupsi dan apa akibat dari korupsi itu. Tapi saya tidak akan pernah lelah untuk memberitahukan kepada bapak, ibu dan saudara semua bahwa korupsi adalah suatu tindakan melanggar hukum yang merugikan negara karena mengambil uang rakyat, uang saya,uang bapak dan ibu, uang rakyat miskin dan uang kita semua. Selama ini para koruptor sering digambarkan sebagai tikus, tapi tikuspun masih lebih baik. Jika tikus yang sedang mencuri tertangkap dan jika dilepaskan kembali dia tidak akan berani kembali lagi. Tapi koruptor, sudah tertangkap pun dia tak juga jera. Mereka malah mempermainkan hukum. Suap sana suap sini sehingga mereka tetap bahagia walau dibalik jeruji besi. Padahal diluar sana, ada seorang gadis kecil yang sedang menangis karena kelaparan sementara orang tuanya tak memliki sepeser uang pun untuk membeli makanan. Ada pula seorang kakek tua yang kakinya buntung karena dia gergaji sendiri karena dia ditolak untuk berobat disemua rumah sakit. Ada pula seorang anak kecil yang haus akan ilmu tapi tak bisa mendapat pendidikan layak karena uangnya dicuri para koruptor dan juga masih ada ratusan orang lainnya yang bernasib seperti mereka. Kita semua manusia dan kita pasti mempunyai nurani. Saya percaya tak mungkin ada seorang pun yang tega mencuri dari mereka yang sudah lemah itu. Kalaupun ada, mungkin mereka bukan manusia. Oleh karena itu, saya menghimbau pada kalian semua ajarkan para anak dan generasi muda untuk menjauhi korupsi baik korupsi uang, korupsi waktu, atau korupsi apapun. Tanamkan iman dan kejujuran di tiap-tiap generasi muda, agar terwujud indonesia indah tanpa korupsi.” Anton mengakhiri pidatonya dan disambut dengan tepuk tangan penonton yang sangat meriah.
Sesampainya dirumah Anton kaget melihat rumahnya banyak petugas kepolisian.
“Permisi pak. Ada apa ini?” tanya Anton pada salah satu polisi
“maaf, sebaiknya bapak berbicara pada atasan kami. Beliau ada didalam” jawab polisi itu
“Baik pak, terimakasih.”
Anton masuk kedalam rumahnya, sebenarnya mudah saja menemukan atasan polisi tadi tapi atasan itu terlebih dulu menghampiri Anton.
“Selamat siang pak Anton” sapa polisi itu
“Selamat siang pak. Kalau boleh tau ada apa ini?”
“Maaf pak Anton sebelumnya, tapi kami telah menangkap ibu anda atas tuduhan korupsi dan sekarang kami menggeledah rumah anda untuk mencari barang bukti. Ini surat izin penggeledahannya” jelas polisi itu sambil menunjukkan surat izin menggeledah.
Anton tertegun mendengar hal itu, dia yang selama ini dikenal sebagai tokoh anti korupsi tapi ibunya sendiri melakukan korupsi. Apa pendapat orang lain? Dan bagaimana nanti kelanjutan karirnya jika atasannya tahu ibunya terlibat kasusu korupsi? Anton sangat marah pada ibunya, saat ini dia merasa tak sanggup untuk menemui ibunya. Tapi, dia butuh penjelasan dari ibunya. Anton mengendarai mobilnya menuju tempat ibunya ditahan. Saat hendak memasuki ruangan dimana ibunya ditahan dia mendengar ibunya berbicara dengan seseorang. Anton berdiri didepan pintu dan mendengarkan pembicaraan ibunya.
“Berjanjilah kau tidak akan menyangkut pautkan ini pada kami” kata suara yang tidak dikenal Anton
“Tenang saja aku bukan seorang pengkhianat. Aku yakin uang kita akan membebaskan kita” kali ini suara ibunya yang berbicara.
“tenang saja semuanya sudah kuatur. Kau takkan lama berada disini”
“Tapi bagaimana dengan karir anakku? Bagaimana jika media tahu hal ini?” suara ibunya terdengar cemas.
“Namanya akan segera bersih setelah kau bebas. Uang bisa mengatur segalanya”
“Hahaha” mereka tertawa bersama
Hati Anton perih mendengar hal itu dia tidak perlu lagi penjelasan ibunya. Dia sudah tahu yang sebenarnya terjadi. Anton pergi, tidak jadi menemui ibunya. Anton menginap disebuah hotel, handphonenya dimatikan, benar-benar tidak ingin diganggu. Anton masih shock atas apa yang dia dengar tadi. Bahkan ibunya tidak sedikitpun terdengar menyesal. Memang ibunya sempat mengkhawatirkannya, tapi kehawatiran ibunya itu tak berarti apa-apa bagi Anton. Hatinya benar-benar sakit dan dia takut untuk bertemu orang lain.
Selama ini ibu dan ayahnya yang mengajarkan padanya tentang pentingnya kejujuran sejak dia kecil. Tapi kini ibunya sendiri yang mengkhianati kejujuran itu. Padahal ayahnya rela mati demi kejujuran. Ayahnya meninggal saat ia berumur 16 tahun karena menegakkan kejujuran dan melawanrezim pmerintahan yang penuh kebohongan. Ayahnya pasti juga sangat sedih mengetahui hal ini. Anton menangis. Dia tak sanggup menjalani takdir. Setelah lelah menangis Anton tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi bertemu Ayahnya, mereka membicarakan tentang ibu Anton, sama-sama kecewa, sama-sama sedih. Tapi Ayah Anton menyemangati Anton untuk melalui semua cobaan ini. Kemudian Anto terbangun dan ternyata ini sudah teramat siang. Perasaannya membaik setelah mimpnya semalam. Ia memutuskan untuk berangkat kerja lalumenemui ibunya. Saat sarapan Anton menyempatkan diri untuk menonton berita. Dan disetiap berita yang ia lihat sedang memberitakan ibunya dan dirinya. Mental Anton sempat down melihat berita itu tapi ia teringat Ayahnya dan ia kembali semangat.
Di jalan, ia melihat koran dengan halaman utama “IBUNDA ANTON ADITYA IRAWAN TERLIBAT KASUS KORUPSI”, “BENARKAH ANTON ADITYA IRAWAN ANTI KORUPSI”, “ANAK DUTA ANTI KORUPSI TAPI IBU KORUPSI” dan judul-judul serupa lainnya. Anton sempat takut jika seandainya di kantornya nanti ada wartawan. Dia harus bagaimana, apakah harus diladeni ? tapi ia harus berkata apa ? tenggelam dalam pikiran seperti itu tak terasa Anton sampai di kantor pengadilan, dan benar saja di sana sudah ada banyak wartawan. Wartawan-wartawan itu langsung menyerbu Anton setelah mengetahui kedatangan Anton. Dan Anton menjawab semua pertanyaan dengan pernyataan singkat
“saya tidak tahu apa-apa. Saya belum bertemu ibu saya.”
Di tempat kerja pun Anton dihujani dengan pertanyaan-pertanyaan yang sama oleh teman-temannya dan Anton tetap pada jawabannya
“saya tidak tahu apa-apa. Saya belum bertemu ibu saya.”
Sepulang bekerja ia mengunjungi ibunya lagi. Kali ini ibunya sedang bersama pengacaranya. Ia tidak ingin menguping pembicaraan ibunya lagi, dia takut hatinya akan sakit lagi.
“ibu.” Kata Anton
“Anton sayang, maafkan ibu” kata ibunya sambil memeluk Anton
“jadi bagaimana yang sebenarnya bu?”
“ini semua fitnah sayang. Mana mungkin Anton Aditya Irawan, tokoh anti korupsi tapi ibunya korupsi” jawab ibunya.
“syukurlah bu.” Jawab Anton setengah hati. Sebenarnya ia berharap ibunya akan jujur padanya. Tapi nilai-nilai kejujuran yang ibunya sendiri ajarkan padanya sudah dilupakan oleh ibunya.
“tapi kamu tenang saja Anton. Kebenaran pasti akan menang. Ibu akn segera bebas”
“ya, ibu memang akan bebas, tapi bukan karena menangnya kebenaran. Tapi karena hancurnya kejujuran” batin Anton dalam hati.
“baiklah bu. Anton harus pergi, ada pekerjaan.” Pamit Anton.
“secepat inikah Anton? Kau baru saja sampai.” Ibunya berusaha menahan.
“maaf bu. Nanti Anton kesini lagi.” Ucapnya sambil berlalu. Dia tak tahan lagi dengan kebohongan ibunya. Dia sudah muak
Berita mengenai ibunya itu hanya berlangsung beberapa hari saja, setelah itu menjadi basi dan tidak dibicarakan lagi seperti kasus-kasus korupsi lainnya. Dan kini di beberapa media yang selama ini gencar dengan berita tentang Anton dan Ibunya beralih memberitakan bom buku, bom masjid, NII, bahkan sampai sang brimob, briptu Norman. Jujur saja, Anton sangat berterima kasih pada Briptu Norman, berkat dia wartawan-wartawan itu berlih dari dirinya.
Kasus ibunya terus berjalan. Tapi tidak lama, sekitar 2 bulan ibu Anton dibebaskan. Bukannya bahagia ibunya bebas dia justru tertekan. Hati nuraninya menolak semua ini. Anton tidak terbiasa membiarkan kebohongan terjadi di depan matanya. Tapi kali ini si pembohong adalah ibunya sendiri. Dia akan durhaka jika melawan Ibunya, tapi kebohongan ibunya sudah teramat besar dan fatal. Dan apakah dia harus menggadaikan kejujurannya selama ini untuk ibunya? Ini teramat berat. Beberapa hari Anton tidak pulang, ia ingin menghindarinya ibunya. Rasa marah pada ibunya tak dapat ditahannya lagi. Di tengah dilemanya itu, ia kembali bermimpi bertemu Ayahnya. Tapi pertemuan ini lebihsingkat dari seblumnya. Ayahnya hanya berpesan satu kalimat pada Anton
“tegakkanlah kejujuran anakku.”
Anton terbangun, dan ia menangis ia sangat merindukan Ayahnya. Teringat pesan Ayahnya Anton bergegas menyiapkan barang bukti untuk menjerat ibunya. Ia sempat merekam percakapan ibunya dengan temannya waktu itu. Memangini sangat berat tapi Anton harus melakukannya karena ia yakin jika Ayahnya masih hidup dia akan melakukan hal yang sama seperti yang Anton lakukan.
Anton menyeraahkan berkas-berkas itu pada KPK. Dan dibantu pihak KPK mereka mencari bukti-bukti lain. Setelah mersa cukup bukti. KPK kembali menangkap ibu Anton, tapi kalli ini Anton meminta untuk menjadi hakim dalam kasus ibunya karena ia ingin memberi contoh pada masyarakat lain bahwa kejujuran dan keadilan harus ditegakkan tanpa memandang apapun dan walaupun itu orang tua kita sendiri.
Anton menunjuk orang-orang terbaiknya yang teruji kualitas kejujurannya. Perkara ini kembali mewarnai pemberitaan di indonesia. Bahkan pada beberapa sidang yang digelar termasuk sidang penjatuhan vonis disiarkan secara langsung di beberapa tv swasta. Setelah menimbang dari berbagai macam bukti dan tuntutan yang diajukan oleh jaksa penuntut umum, Anton sebagai hakim ketua memutuskan bahwa Rachel Anandita Irawan, ibunya sendiri divonis 10 tahun penjara dan denda sebesar Rp.3.5 milyar. Berkat persidangan itu pula beberapa nama terjaring di daftar tersangka korupsi.
Setiap hari Anton mengunjungi ibunya dan dia tak henti meminta maaf pada ibunya. Tapi ibunya sangat bangga pada Anton, karena dia berani menegakkan kejujuran. Anton juga selalu menyisihkan 70% dari gajinya untuk ditabung untuk membayar denda ibunya. Walau terasa amat sulit tapi Anton merasa bahagia karena dia berhasil melawan segala macam rintangan untuk menegakkan kejujuran. Anton merasa dirinya berhasil menang. Dan ayahnya kembali mendatanginya lewat mimpinya.
“selamat atas keberhasilanmu nak. Tapi tetaplah rendah diri. Masih ada yang Maha Hebat diatas sana” pesan ayahnya. Dan seukir senyum terukir dibibir Anton
0 komentar:
Posting Komentar